"Nan? Kamu dengar gak aku daritadi ngomong apa?" Kamu jengkel. Mungkin kesal karena sedaritadi tidak ada yang keluar dari bibirku. Aku membiarkanmu untuk berceloteh sebanyak apapun yang kamu mau.
"Dengar kok."
"Terus kenapa gak ada sahutan sama sekali? Memang gak ada yang mau kamu bilang ke aku?"
"Aku cuma lagi mikir." kamu mengernyit tidak paham. Aku menghembuskan nafasku berat dan mencoba mengalihkan atensiku kepada segelas kopi yang mungkin sudah dingin karna terlalu lama aku diamkan. "Aku mikir, aku salah apa sampai kamu mau putusin aku?"
Hari ini aku balas chatmu tepat waktu, bahkan aku menambahkan beberapa huruf vokal agar terlihat menggemaskan. Walau sibuk, aku masih memikirkanmu. Tiap aku melihat sesuatu yang menyenangkan aku selalu menceritakan kepadamu dengan semangat–seolah sedang berharap agar suatu hari bisa melihat hal itu denganmu.
Lantas, aku salah apa?
Aku masih memberikan tumpangan ketika kamu butuh. Aku masih hadir disaat kamu sakit. Aku masih menemanimu mengerjakan tugas walau terkadang kantuk menyerangku.
Perasaanku padamu masih sama malah sepertinya bertambah banyak karena frekuensi kita bertemu terlalu sering. Aku masih sering merindukanmu, aku juga masih menyelipkan namamu dalam setiap doa yang aku panjatkan. Lantas, kesalahan jenis apa yang aku perbuat sampai kamu mau menyudahi hubungan ini?
"Nan kita cuma gak cocok."
"Kamu cuma lagi capek aja makanya pikiran kamu kemana-mana. Gak apa. Yuk aku anter pulang."
"Nan? Tolong.. jangan gini. Jangan keras kepala." Kamu mengaduh, seolah-olah sakit kepala berat tengah menimpamu. Aku diam. Membiarkanmu mengacak suraimu frustasi.
"Ayo pulang."
"Nan?"
Aku merapikan kembali rambut yang berantakan karna ulahmu sendiri, "Iya, putus kan? Yaudah kalau emang harus begitu, ikhlas aku. Tapi dianter pulang sama aku, ya? Jam segini gojek mahal."
"Dengar kok."
"Terus kenapa gak ada sahutan sama sekali? Memang gak ada yang mau kamu bilang ke aku?"
"Aku cuma lagi mikir." kamu mengernyit tidak paham. Aku menghembuskan nafasku berat dan mencoba mengalihkan atensiku kepada segelas kopi yang mungkin sudah dingin karna terlalu lama aku diamkan. "Aku mikir, aku salah apa sampai kamu mau putusin aku?"
Hari ini aku balas chatmu tepat waktu, bahkan aku menambahkan beberapa huruf vokal agar terlihat menggemaskan. Walau sibuk, aku masih memikirkanmu. Tiap aku melihat sesuatu yang menyenangkan aku selalu menceritakan kepadamu dengan semangat–seolah sedang berharap agar suatu hari bisa melihat hal itu denganmu.
Lantas, aku salah apa?
Aku masih memberikan tumpangan ketika kamu butuh. Aku masih hadir disaat kamu sakit. Aku masih menemanimu mengerjakan tugas walau terkadang kantuk menyerangku.
Perasaanku padamu masih sama malah sepertinya bertambah banyak karena frekuensi kita bertemu terlalu sering. Aku masih sering merindukanmu, aku juga masih menyelipkan namamu dalam setiap doa yang aku panjatkan. Lantas, kesalahan jenis apa yang aku perbuat sampai kamu mau menyudahi hubungan ini?
"Nan kita cuma gak cocok."
"Kamu cuma lagi capek aja makanya pikiran kamu kemana-mana. Gak apa. Yuk aku anter pulang."
"Nan? Tolong.. jangan gini. Jangan keras kepala." Kamu mengaduh, seolah-olah sakit kepala berat tengah menimpamu. Aku diam. Membiarkanmu mengacak suraimu frustasi.
"Ayo pulang."
"Nan?"
Aku merapikan kembali rambut yang berantakan karna ulahmu sendiri, "Iya, putus kan? Yaudah kalau emang harus begitu, ikhlas aku. Tapi dianter pulang sama aku, ya? Jam segini gojek mahal."