Diterka yang panjang, dalam hari saling mendoakan. Anantara dimana antara kamu dan aku, masih ingin membetulkan sesuatu, membetulkan dalam hal-hal yang tak sempat kita samakan. Kita bak dua insan yang beradu aksa lewat kata, sama-sama mengerti di atmaku hanya ada kamu. Sama-sama menerima kenyataan bahwasanya kita ditakdirkan berdua, bersama, menua dalam ina dan indurasmi.
Barangkali pulang, kamu tak sungguh-sungguh dalam mencintaiku. Tak sanggup untuk menyampaikan kampa dalam jamanika yang terang. Lebih baik aku tak hidup dengan dayita selama-lamanya. Karena bagiku, aku hanya menginginkan dirimu yang satu. Yang bersamaku, yang tak terpisahkan oleh meraki yang kemungkus.
Kamu buat matrik antara mega dan payoda. Memutuskan tak ikut dalam perjalanan kita dulu. Maka saat ini, maukah kamu dan aku mengulang kembali atas nirwana antara cucu adam dan hawa yang cacat dalam cinta untuk saling beradu kabar dalam nabastala. Kembali membuat matrik menipis sebab banyaknya tali takdir yang kita sematkan.
Bersamamu aku utuh, tanpamu aku runtuh. Sebab kamu seluruhku, rudiraku, tenangku.
Barangkali pulang, kamu tak sungguh-sungguh dalam mencintaiku. Tak sanggup untuk menyampaikan kampa dalam jamanika yang terang. Lebih baik aku tak hidup dengan dayita selama-lamanya. Karena bagiku, aku hanya menginginkan dirimu yang satu. Yang bersamaku, yang tak terpisahkan oleh meraki yang kemungkus.
Kamu buat matrik antara mega dan payoda. Memutuskan tak ikut dalam perjalanan kita dulu. Maka saat ini, maukah kamu dan aku mengulang kembali atas nirwana antara cucu adam dan hawa yang cacat dalam cinta untuk saling beradu kabar dalam nabastala. Kembali membuat matrik menipis sebab banyaknya tali takdir yang kita sematkan.
Bersamamu aku utuh, tanpamu aku runtuh. Sebab kamu seluruhku, rudiraku, tenangku.