ㅤㅤKedua lengan menapak kuat diatas meja, dengan ekspresi penuh amarah. Itulah yang Yuan lakukan sekarang. Menatap tajam orang di hadapannya. Lekuk wajah yang hampir sempurna sama sekali tidak menggoyahkan amarah Yuan kepada wanita yang duduk di seberangnya itu.
ㅤㅤ"Baiklah sekarang katakan siapa dirimu sebenarnya?! Dan kenapa kau mengaku bahwa dirimu itu Bian?! Sudah jelas kalau Bian sedang tidur nyenyak di rumah barunya kan!?" Rutuk Yuan penuh emosi. Aura lembut Yuan berubah seketika semenjak sore kemarin.
ㅤㅤWanita yang mereka berdua temui di pemakaman kemarin. Ia mengaku sebagai Bian, kekasih Jova yang sudah meninggal. Sia-sia Jova mengusir wanita itu, ia tetap saja keras kepala dan kukuh mengaku bahwa dirinya itu Bian. Padahal kan, Bian sudah tiada.
ㅤㅤSeperti sekarang ini, wanita itu mendatangi cafe tempat Jova dan Yuan bekerja. Tetap kukuh dalam pendiriannya — dengan identitas bahwa dirinya adalah Bian. Suara Yuan yang agak keras cukup membuat beberapa pelanggan melirik kearah mereka.
ㅤㅤ Sudah pasti Jova dan Yuan sedih di tinggal Bian, tapi bukan berarti mereka menerima ada seseorang yang mengaku sebagai Bian. Memangnya fantasi berlaku di dunia ini? Orang yang sudah mati bisa kembali hidup? Oh, atau mungkin reinkarnasi? Ayolah, mereka tidak mempercayai hal semacam itu.
ㅤㅤ"Aku akan berbicara saat kau diam dan tenang. Jadi kumohon diamlah dulu dan jangan berteriak. Kau mengganggu pelanggan...." Jawab si wanita, ia terlihat lebih tenang dan santai daripada Yuan. Yuan menatap sinis ke wanita itu, ia kembali menempelkan pantatnya di kursi. Wanita itu ikut membenarkan posisi duduknya. Mereka bertiga bertemu pandang, saling menunggu giliran siapa yang akan membuka mulut.
ㅤㅤJova sedari tadi hanya diam melirik bergantian kearah kawan karibnya dan wanita duplikat Bian itu. Bukan tanpa alasan Jova hanya diam, ia cuma tidak mau memperburuk keadaan.
ㅤㅤMendengar suara Yuan meninggi saja sudah membuat Jova agak pening. Karena pada dasarnya Yuan itu tipe orang yang sangat tenang dan tidak berisik, jadi sedikit berbeda kalau Yuan banyak bicara. Merasa keduanya mulai menghangat, Jova kemudian memutuskan untuk berbicara.
ㅤㅤ"Jadi, silahkan ceritakan dirimu. Tapi sebelumnya, beritahu dulu namamu." Jova berbicara kearah wanita itu, sambil menatapnya sekilas. Jujur saja, tatapan wanita itu memang sedikit sama seperti Bian, Jova bisa merasakannya. Tajam tapi menghanyutkan.
ㅤㅤ"Aku Bian—"
ㅤㅤ"Sudah kubilang kalau Bian itu sudah mati." Perkataan wanita itu terpotong ketika Yuan langsung menyela dengan penekanan di seluruh kalimatnya.
ㅤㅤ"Yuan, please silent... kita belum mendengarkan dia dari kemarin. Jadi biarkan dia bicara, ya?" Perkataan Jova hanya dibalas dengusan oleh Yuan, ia melipat kedua tangannya lalu mengalihkan pandangan kearah pelanggan dengan hikmat. Ia akan mencoba tutup mulut.
ㅤㅤJova melihat kearah wanita itu. Memberi kode dengan anggukan untuk melanjutkan kalimatnya yang terpotong.
ㅤㅤ"Baiklah sekarang katakan siapa dirimu sebenarnya?! Dan kenapa kau mengaku bahwa dirimu itu Bian?! Sudah jelas kalau Bian sedang tidur nyenyak di rumah barunya kan!?" Rutuk Yuan penuh emosi. Aura lembut Yuan berubah seketika semenjak sore kemarin.
ㅤㅤWanita yang mereka berdua temui di pemakaman kemarin. Ia mengaku sebagai Bian, kekasih Jova yang sudah meninggal. Sia-sia Jova mengusir wanita itu, ia tetap saja keras kepala dan kukuh mengaku bahwa dirinya itu Bian. Padahal kan, Bian sudah tiada.
ㅤㅤSeperti sekarang ini, wanita itu mendatangi cafe tempat Jova dan Yuan bekerja. Tetap kukuh dalam pendiriannya — dengan identitas bahwa dirinya adalah Bian. Suara Yuan yang agak keras cukup membuat beberapa pelanggan melirik kearah mereka.
ㅤㅤ Sudah pasti Jova dan Yuan sedih di tinggal Bian, tapi bukan berarti mereka menerima ada seseorang yang mengaku sebagai Bian. Memangnya fantasi berlaku di dunia ini? Orang yang sudah mati bisa kembali hidup? Oh, atau mungkin reinkarnasi? Ayolah, mereka tidak mempercayai hal semacam itu.
ㅤㅤ"Aku akan berbicara saat kau diam dan tenang. Jadi kumohon diamlah dulu dan jangan berteriak. Kau mengganggu pelanggan...." Jawab si wanita, ia terlihat lebih tenang dan santai daripada Yuan. Yuan menatap sinis ke wanita itu, ia kembali menempelkan pantatnya di kursi. Wanita itu ikut membenarkan posisi duduknya. Mereka bertiga bertemu pandang, saling menunggu giliran siapa yang akan membuka mulut.
ㅤㅤJova sedari tadi hanya diam melirik bergantian kearah kawan karibnya dan wanita duplikat Bian itu. Bukan tanpa alasan Jova hanya diam, ia cuma tidak mau memperburuk keadaan.
ㅤㅤMendengar suara Yuan meninggi saja sudah membuat Jova agak pening. Karena pada dasarnya Yuan itu tipe orang yang sangat tenang dan tidak berisik, jadi sedikit berbeda kalau Yuan banyak bicara. Merasa keduanya mulai menghangat, Jova kemudian memutuskan untuk berbicara.
ㅤㅤ"Jadi, silahkan ceritakan dirimu. Tapi sebelumnya, beritahu dulu namamu." Jova berbicara kearah wanita itu, sambil menatapnya sekilas. Jujur saja, tatapan wanita itu memang sedikit sama seperti Bian, Jova bisa merasakannya. Tajam tapi menghanyutkan.
ㅤㅤ"Aku Bian—"
ㅤㅤ"Sudah kubilang kalau Bian itu sudah mati." Perkataan wanita itu terpotong ketika Yuan langsung menyela dengan penekanan di seluruh kalimatnya.
ㅤㅤ"Yuan, please silent... kita belum mendengarkan dia dari kemarin. Jadi biarkan dia bicara, ya?" Perkataan Jova hanya dibalas dengusan oleh Yuan, ia melipat kedua tangannya lalu mengalihkan pandangan kearah pelanggan dengan hikmat. Ia akan mencoba tutup mulut.
ㅤㅤJova melihat kearah wanita itu. Memberi kode dengan anggukan untuk melanjutkan kalimatnya yang terpotong.