"Bi..." ucapku lirih. Kecewa, sebab Bintang—pria yang begitu ku cintai, pria yang selama ini tak pernah punya waktu untukku ternyata...
Pria itu menoleh ke arahku, terkejut. "Yang?" mataku berair namun ku coba tahan sebab aku tak ingin pria ini melihatku lemah karenanya.
Aku menatap wanita di sebelah kekasihku itu. Wanita itu menatapku dengan tatapan seolah dia tak merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi. Aku tersenyum masam ke arahnya, "Ini, ya, Bi? Alasan kamu selalu bilang sibuk, alasan kamu gak pernah punya waktu buat aku?"
"Yang—"
"Kamu tau kan aku sering nangis tiap malem gara-gara mikirin kamu? Kalau sekiranya kamu udah gak mau atau udah bosen sama aku itu bilang. Jangan kamu cuekin aku terus tiba-tiba ngilang dan sekarang.. dia temenku loh, Bi." suaraku bergetar di kalimat terakhir.
Aku kembali menahan air mataku dan mencoba menguatkan diri. "Kamu bilang, kamu akan tetep sayang sama aku walaupun kita lost kontak. Kita ini aja gak lagi lost kontak tapi kamu udah giniin aku? Kenapa gak putusin aku dari dulu? Seenggaknya biar aku gak terlalu kecewa pas liat kamu jalan sama dia."
Mengingat beberapa kenangan yang pernah Bintang berikan padaku, indah sekali. Dan dengan itu aku mengerti, tak semua yang awalnya indah akan berakhir indah pula. "Ya udah deh, Bi. Gak papa. Bahagia terus, ya? Aku pulang dulu." pamitku.
Aku memutar tubuhku untuk pulang namun tanganku tertarik dan membuatku membalikkan tubuhku menghadap Bintang. Ku lepaskan genggamannya, "Jangan menggenggam tangan wanita lain ketika kamu telah memiliki wanitamu sendiri. Tolong jangan sakiti dia, cukup aku aja yang ngerasain sakitnya."
— senandika
#sepenggalkisah