Getir memang, dikala aku tahu bahwa kau masih sembunyi-sembunyi mengenyampingkan rasa malumu untuk mencari tahu apa kabarku. Meski urutannya bukanlah yang pertama lagi seperti dulu, aku tahu berat rasanya menjinakkan ego sekaligus rindu. Berbesar hati aku melihatnya, bahwa kau sengaja menampakkan diri tanpa mengubah nama. Aku yang dulu pernah bilang bahwa tentangmu aku ingin sengajai untuk lupa, malah sadar bahwa tak ada yang sejatinya bisa kulupa. Namamu selalu ada, yang kini berstatus ‘pernah ada.’
—Mf, 199
—Mf, 199