Kalimantan Barat, 1990.
Arai, seorang pegawai operator alat berat salah satu perusahaan Plywood terbesar di Indonesia.
Sebagai gambaran, perusahaan ini membangun camp tarik untuk para pegawainya di wilayah Hutan Tanaman Industri.
Yang mana di dalam rimba tersebut terdapat beberapa block (Wilayah Industrinya) juga logpond / tempat tumpukan kayu yang sudah ditebang.
Malam itu, Arai mendatangi aku di camp pegawai wanita. Bercerita tentang rencananya untuk melamar kekasihnya Nara.
Penduduk kampung setempat dan juga merupakan seseorang yang ku kenal.
“Num, aku mau melamar Nara. Sudah kusiapkan semuanya, mungkin minggu nanti aku sama Su Demong ke rumah Nara.” Ucap Bujang
Su Demong sendiri adalah paman dari Arai, dialah yang mengajak arai bekerja di perusahaan itu.
“Dah yakin benar kah kau rai?.” Tanyaku
“Udah num, Nara pun dah siap.” Jawab Arai kemudian
“Bagus lah kalau udah yakin, aku bantu apa ni?” tanya ku lagi
“Ndak ada, nanti kalau aku perlu bantuan pasti aku bilang num. Minta doa jak dulu.” Ujar arai
“Pasti lah aku doakan, semoga lancar ya rai..” ucapku
“Makasih num, makasih banyak. Aku pulang dulu. Sampai ketemu besok di logpond.” Kata arai mengakhiri perbincangan malam itu.
Camp tarik, berada di tengah hutan rimba bersebelahan dengan sebuah Dusun kecil.
Yang mana segala hal berbau mistis, adat maupun tradisi masih sangat dipegang erat disana.
Semua pantangan jangan dilanggar, karena bisa berakibat fatal.
Sepekan berlalu, Arai pun melamar Nara dan melangsungkan pertunangannya.
Sebagai pegawai perusahaan yang memiliki penghasilan lumayan besar, arai memenuhi sekian banyak syarat melamar gadis pujaan hatinya tersebut.
Beberapa ekor sapi dan babi, emas, kain, dan sebagainya. Acara berlangsung khitmad, satu langkah lagi Arai akan secara resmi memperistri Nara.
Aku, sahabat Arai merasa sangat berbahagia.
Bukannya apa, Arai termasuk bujang tua. Sudah berumur namun terlambat menikah.
- Pada suatu hari
“Rai, Jadi kapan lah kau nikah?” tanyaku saat jam istirahat di logpond
“Bulan depan Num rencananya. Biar aku sempat ngumpulkan uang juga untuk jemput umak sama apak aku di kampung.” Jawab Arai
“Ohh iyalah, ndak usah terlalu lama kalau dah betunang. nanti bisa di ambil orang.” Ujarku bercanda sambil tertawa
“ah kau ni, kalau dah jadi punya aku tu ndak akan jadi punya orang lain. Biarpun aku mati.” Kata Arai kemudian
“Haha, aku mau ke pembibitan dulu. Ada mayang bawakan aku bekal makan siang.” Kataku sembari berlalu meninggalkan Arai.
Waktu berlalu sepekan, 2 pekan. Hingga tibalah pada musim menuai padi bersamaan dengan musim penghujan.
Yang cukup sering terjadi di dusun ini adalah apabila datang musim hujan, maka akan sering terjadi pula hujan panas. Sedang adat dan tradisi yang berlaku adalah para penduduk desa harus melaksanakan upacara adat menuai juga kewajiban melakukan upacara tolak bala/selamatan oleh para petinggi
perusahaan-perusahaan yang ada disekitarnya sebagai bentuk syukur dan salah satu cara untuk buang sial.
Yaitu dengan cara berdoa bersama dan potong kambing dalam jumlah ganjil. Biasanya sebanyak 3 ekor.