Kamu mungkin berpikir, hidup lebih lama terdengar berat dan ingin. mengakhiri cepat-cepat. Tapi sebelum itu, coba pikirkan bagaimana jika besok seseorang datang dan bilang padamu, "Terima kasih ya, karena kamu aku bisa bertahan." Atau, sudahkah kamu melunasi mimpi2 yang kamu rajut sebelum tidur? Jika belum, lunasi dulu baru kamu boleh pergi. Ah tunggu, setelah mimpimu lunas tuntas, apakah kamu tidak mau bertemu sosok yang wajahnya kamu jadikan gambar layar ponsel dan sudut kamar? Kalo tidak, coba ingat lagi soal dia yang kamu cinta. Sudahkah kamu ungkapkan rasamu untuknya? Jika belum, lakukan dulu sebelum kamu menyesal karena nggak pernah mencoba.
Setelah itu kamu pasti lapar dan ingin makan, pergilah ke kedai makanan kesukaanmu dan habiskan waktu merasakan sensasi lezat dari sesuatu yang akan kamu tinggalkan. Bisakah? Yakin tidak rindu setelah pergi nanti? Kamu mungkin merasa, "Ya gapapa, makanan bukan segalanya." Atau mungkin sudah teramat lelah sampai seluruh makanan terasa hambar. Semuanya menguap menjadi sisa-sisa kenangan payah, tapi hidup memang terdiri dari susunan-susunan sporadik yang payah dan mengesalkan.
Untuk mencapai bahagia kita perlu banyak bekerja. Melakukan ini dan itu, terlalu sibuk mencari dan memberi sampai lupa kita sedang terluka. Lantas, mengapa berhenti setelah sejauh ini? Bagaimana dengan orang yang bersyukur atas dirimu, makanan favorit, seseorang yang menyediakan rumah tanpa kamu sadari, dan mimpi-mimpi yang terlanjur menggantung di langit-langit menunggu dikabulkan. Banyak hal yang masih harus kamu lakukan, kamu sangat sibuk jadi jangan dulu pergi. Sehingga nanti di suatu masa saat segalanya menjadi rekapitulasi lengkap, seseorang akan datang lagi padamu dan berkata, "Oke, sekarang kamu sudah sampai. Istirahatlah dengan bahagia."
Setelah itu kamu pasti lapar dan ingin makan, pergilah ke kedai makanan kesukaanmu dan habiskan waktu merasakan sensasi lezat dari sesuatu yang akan kamu tinggalkan. Bisakah? Yakin tidak rindu setelah pergi nanti? Kamu mungkin merasa, "Ya gapapa, makanan bukan segalanya." Atau mungkin sudah teramat lelah sampai seluruh makanan terasa hambar. Semuanya menguap menjadi sisa-sisa kenangan payah, tapi hidup memang terdiri dari susunan-susunan sporadik yang payah dan mengesalkan.
Untuk mencapai bahagia kita perlu banyak bekerja. Melakukan ini dan itu, terlalu sibuk mencari dan memberi sampai lupa kita sedang terluka. Lantas, mengapa berhenti setelah sejauh ini? Bagaimana dengan orang yang bersyukur atas dirimu, makanan favorit, seseorang yang menyediakan rumah tanpa kamu sadari, dan mimpi-mimpi yang terlanjur menggantung di langit-langit menunggu dikabulkan. Banyak hal yang masih harus kamu lakukan, kamu sangat sibuk jadi jangan dulu pergi. Sehingga nanti di suatu masa saat segalanya menjadi rekapitulasi lengkap, seseorang akan datang lagi padamu dan berkata, "Oke, sekarang kamu sudah sampai. Istirahatlah dengan bahagia."