Orang bilang cinta bukan sebuah kesalahan, bukan pula kejahatan. Bukan salah kita untuk jatuh cinta kepada apa dan siapa, tapi tidak semua orang dapat menerima kemana rasa itu bermuara. Tuhan tidak melarang hambanya untuk merasakan cinta, tapi sebagai manusia, kita hendaklah tau batasannya.
"Apa salahnya mencintai sahabat sendiri?" Gian berkata lantang, ia masih belum terima dengan penolakan yang terucap dari belah merah milik sang sahabat.
Gian lelah, tapi ia tetap tidak ingin menyerah.
Didepannya, Acil tersenyum hangat sembari memeluk erat kitab suci yang selalu dibawanya setiap saat, "Nggak salah, hanya saja ... kita itu sama, dan nggak mungkin bisa bersatu. Bersahabat sama kamu udah cukup buat aku bahagia, aku nggak akan minta lebih, Gian."
Bocah itu tersenyum, hanya tersenyum. Binar dimatanya tidak pernah redup, barang sedetik pun. Entah terbuat dari apa hatinya, begitu kuat menahan lara yang menyesakkan dada.
Dahulu, keduanya begitu dekat, bersama-sama dengan dalih sahabat. Entah sejak kapan hal itu berubah, menjadi cinta yang teramat sangat. Gian berusaha tenang, ia tau bahwa Acil hanya takut. Ia sadar, banyak perbedaan yang membuat mereka tidak bisa bersatu.
"Apa Tuhanmu akan marah jika aku mencintai dan mencoba memiliki hamba-Nya?"
Acil tersentak, ia menatap Gian tidak percaya, "Jangan terlalu dalam mencintaiku, nanti Allah marah. Terus Allah ambil aku dari kamu."
Gian tertawa kecil melihat Acil yang merengut didepannya. Sahabatnya ini sungguh naif dan menggemaskan, jika diizinkan, Gian akan membawa Acil sejauh mungkin dan hidup berdua dengannya selamanya.
"Kalau begitu, boleh aku izin pada Tuhanmu untuk mencintai hamba-Nya yang manis ini sepenuh hati?"
"Insyaallah, Allah tidak melarang hamba-Nya untuk jatuh cinta, tapi pada dasarnya kita tercipta untuk kaum hawa, nggak seharusnya kita bisa bersama," Tutur Acil.
Gian tersenyum kecil, ia sudah menduga jawaban apa yang akan diterimanya. Ia menatap tulus sang pujaan hati. Ingatkan dia untuk meminta maaf kepada Tuhannya karena telah berdosa. "Ya, aku tau itu. Bagaimana jika hanya kamu yang dapat membuatku jatuh? Tapi jika kamu tetap menolak .... Baiklah kalau begitu, dikehidupan selanjutnya izinkan aku untuk memiliki dirimu."
Acil meremat Al-qur'an yang ada ditangannya, dadanya begitu sesak, batinnya berulang kali menyebut nama Allah, "Insyallah."
Keyakinan memang hal terbesar yang dapat memisahkan cinta, tapi orang-orang lupa bahwa masih ada ihwal lain yang dapat menghancurkan itu semua.
"Apa salahnya mencintai sahabat sendiri?" Gian berkata lantang, ia masih belum terima dengan penolakan yang terucap dari belah merah milik sang sahabat.
Gian lelah, tapi ia tetap tidak ingin menyerah.
Didepannya, Acil tersenyum hangat sembari memeluk erat kitab suci yang selalu dibawanya setiap saat, "Nggak salah, hanya saja ... kita itu sama, dan nggak mungkin bisa bersatu. Bersahabat sama kamu udah cukup buat aku bahagia, aku nggak akan minta lebih, Gian."
Bocah itu tersenyum, hanya tersenyum. Binar dimatanya tidak pernah redup, barang sedetik pun. Entah terbuat dari apa hatinya, begitu kuat menahan lara yang menyesakkan dada.
Dahulu, keduanya begitu dekat, bersama-sama dengan dalih sahabat. Entah sejak kapan hal itu berubah, menjadi cinta yang teramat sangat. Gian berusaha tenang, ia tau bahwa Acil hanya takut. Ia sadar, banyak perbedaan yang membuat mereka tidak bisa bersatu.
"Apa Tuhanmu akan marah jika aku mencintai dan mencoba memiliki hamba-Nya?"
Acil tersentak, ia menatap Gian tidak percaya, "Jangan terlalu dalam mencintaiku, nanti Allah marah. Terus Allah ambil aku dari kamu."
Gian tertawa kecil melihat Acil yang merengut didepannya. Sahabatnya ini sungguh naif dan menggemaskan, jika diizinkan, Gian akan membawa Acil sejauh mungkin dan hidup berdua dengannya selamanya.
"Kalau begitu, boleh aku izin pada Tuhanmu untuk mencintai hamba-Nya yang manis ini sepenuh hati?"
"Insyaallah, Allah tidak melarang hamba-Nya untuk jatuh cinta, tapi pada dasarnya kita tercipta untuk kaum hawa, nggak seharusnya kita bisa bersama," Tutur Acil.
Gian tersenyum kecil, ia sudah menduga jawaban apa yang akan diterimanya. Ia menatap tulus sang pujaan hati. Ingatkan dia untuk meminta maaf kepada Tuhannya karena telah berdosa. "Ya, aku tau itu. Bagaimana jika hanya kamu yang dapat membuatku jatuh? Tapi jika kamu tetap menolak .... Baiklah kalau begitu, dikehidupan selanjutnya izinkan aku untuk memiliki dirimu."
Acil meremat Al-qur'an yang ada ditangannya, dadanya begitu sesak, batinnya berulang kali menyebut nama Allah, "Insyallah."
Keyakinan memang hal terbesar yang dapat memisahkan cinta, tapi orang-orang lupa bahwa masih ada ihwal lain yang dapat menghancurkan itu semua.