SUNYI TANPA MATISunyi mengetuk pintu malam, padahal aku masih di pinggir kota yang berbicara, tentang mentari yang hilang sebentar dan tentang bulan yang diam di dalam kotak, berbalut indah, siap untuk dikirim ke malam yang lain.
Mungkin mentari telah dibunuh oleh irinya mimpi tentang pagi yang selalu cepat siang, sehingga kita belum puas untuk khatamkan cumbu dan kenangan masih belum biru di ujung titis embun yang mendinginkan tekak waktu.
Seteguk rindu tak terhirup lagi dalam cangkir sunyi, hati terlalu gigil untuk membuka pintu dan masih membiar rindumu meniduri lukaku.
Sakit! Sungguh aku menikmatinya dengan sempurna, tiada satupun parut yang kutinggalkan ceritanya tanpa kubaca.
Dan aku tahu, kamulah yang pernah ada di hari kelmarin mengirim sunyi yang paling sering, menikam lukaku berkali-kali, menghempasku di ranjang sepi, tapi tak pernah membiarkanku mati ...
Biroe@ChendanaBiru