Репост из: II Ukhuwah Salafiyyah 🇲🇾 II
(02)
(➊➍) Bagaimana melaksanakan shalat-shalat sunnah di waktu safar?
[ Jawab ]
Di antara Sunnah Nabi adalah meninggalkan shalat- shalat sunnah rawatib (sebelum dan setelah shalat fardlu) di waktu safar. Shalat-shalat nafilah yang tetap dikerjakan Nabi pada saat mukim maupun safar adalah shalat malam dan shalat 2 rakaat sebelum Subuh.
Ibnu Umar menyatakan:
《 صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَمَا رَأَيْتُهُ يُسَبِّحُ وَلَوْ كُنْتُ مُسَبِّحًا لَأَتْمَمْتُ ... 》
“Aku menyertai Rasulullah -ﷺ- dalam safar, aku tidak pernah melihat beliau melakukan shalat sunnah. Kalau seandainya aku melakukan shalat sunnah, niscaya aku akan menyempurnakan shalatku (tidak safar).” [Riwayat Muslim]
(➊➎) Apakah yang dimaksud dengan shalat jama'?
[ Jawab ]
Menggabungkan 2 shalat dalam satu waktu karena keadaan tertentu. Misalnya karena sakit atau sedang dalam perjalanan safar.
(➊➏) Shalat apa saja yang diperbolehkan dijama'?
[ Jawab ]
Maghrib dengan Isya’ dan Dzhuhur dengan Ashar.
(➊➐) Manakah yang lebih baik, jama' ta’khir atau taqdim?
[ Jawab ]
Untuk shalat yang menggabungkan dua waktu, jika seseorang akan safar dan sudah masuk di waktu pertama, hendaknya ia melakukan jama' taqdim (mendahulukan), melakukan shalat pertama dan kedua di waktu pertama. Sebaliknya, jika ia safar sebelum waktu pertama dan tiba di tempat saat waktu kedua, maka ia melakukan shalat pertama dan kedua di waktu kedua (jama' ta’khir).
ⓘ Contoh, jika seseorang akan safar dan sudah masuk di waktu Dzhuhur, hendaknya ia melakukan shalat jama' Dzhuhur dan Ashar di waktu Dzhuhur kemudian berangkat safar. Sebaliknya, jika ia berangkat sebelum Dzhuhur, maka nantinya pada saat Ashar ia melakukan shalat Dzhuhur dan Ashar.
《 عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ وَفِي الْمَغْرِبِ مِثْلُ ذَلِكَ إِنْ غَابَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعِشَاءِ ثُمَّ جَمَعَ بَيْنَهُمَا. 》
Dari Muadz bin Jabal bahwasanya Rasulullah -ﷺ- ketika berada pada pertempuran Tabuk, jika matahari tergelincir sebelum beliau pergi, beliau menjama' antara Dzhuhur dengan Ashar. Jika beliau pergi sebelum tergelincir matahari beliau mengakhirkan Dzhuhur hingga beliau turun di waktu Ashar. Dan pada waktu Maghrib juga seperti itu. Jika matahari terbenam sebelum beliau pergi, beliau menjama' antara Maghrib dan Isya. Jika beliau pergi sebelum matahari tenggelam, beliau mengakhirkan Maghrib hingga turun di waktu Isya’, kemudian menjama' keduanya. [HR Abu Dawud]
(➊➑) Apakah shalat jama' diharuskan bersambung tanpa terpisah waktu yang lama?
[ Jawab ]
Tidak harus, menurut pendapat Ibnu Taimiyyah. Karena pada hakekatnya, shalat jama' adalah penggabungan satu waktu. Sehingga, tidak mengapa bagi seseorang melakukan shalat jama' yang masing-masing shalat terpisah jeda waktu yang cukup lama. Karena memang tidak ada nash shahih dan sharih (tegas) yang membatasi waktu jeda antar 2 shalat yang dijama'. Selama antara 2 shalat tersebut tidak diselingi oleh shalat yang lain, maka tidak mengapa.
Contoh, seorang yang telah shalat dzhuhur tanpa berniat jama', kemudian selang satu jam kemudian pada saat ia masih berada di waktu dzhuhur, ia teringat harus melakukan safar, dan ia melihat akan kesulitan dan memberatkan jika tidak dijama', maka ia boleh melakukan shalat ashar di waktu dzhuhur tersebut (sebagai bentuk jama') selama tadi selepas melakukan shalat dzhuhur ia tidak melakukan shalat-shalat yang lain (misal: shalat sunnah setelah dzhuhur).
(➊➍) Bagaimana melaksanakan shalat-shalat sunnah di waktu safar?
[ Jawab ]
Di antara Sunnah Nabi adalah meninggalkan shalat- shalat sunnah rawatib (sebelum dan setelah shalat fardlu) di waktu safar. Shalat-shalat nafilah yang tetap dikerjakan Nabi pada saat mukim maupun safar adalah shalat malam dan shalat 2 rakaat sebelum Subuh.
Ibnu Umar menyatakan:
《 صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَمَا رَأَيْتُهُ يُسَبِّحُ وَلَوْ كُنْتُ مُسَبِّحًا لَأَتْمَمْتُ ... 》
“Aku menyertai Rasulullah -ﷺ- dalam safar, aku tidak pernah melihat beliau melakukan shalat sunnah. Kalau seandainya aku melakukan shalat sunnah, niscaya aku akan menyempurnakan shalatku (tidak safar).” [Riwayat Muslim]
(➊➎) Apakah yang dimaksud dengan shalat jama'?
[ Jawab ]
Menggabungkan 2 shalat dalam satu waktu karena keadaan tertentu. Misalnya karena sakit atau sedang dalam perjalanan safar.
(➊➏) Shalat apa saja yang diperbolehkan dijama'?
[ Jawab ]
Maghrib dengan Isya’ dan Dzhuhur dengan Ashar.
(➊➐) Manakah yang lebih baik, jama' ta’khir atau taqdim?
[ Jawab ]
Untuk shalat yang menggabungkan dua waktu, jika seseorang akan safar dan sudah masuk di waktu pertama, hendaknya ia melakukan jama' taqdim (mendahulukan), melakukan shalat pertama dan kedua di waktu pertama. Sebaliknya, jika ia safar sebelum waktu pertama dan tiba di tempat saat waktu kedua, maka ia melakukan shalat pertama dan kedua di waktu kedua (jama' ta’khir).
ⓘ Contoh, jika seseorang akan safar dan sudah masuk di waktu Dzhuhur, hendaknya ia melakukan shalat jama' Dzhuhur dan Ashar di waktu Dzhuhur kemudian berangkat safar. Sebaliknya, jika ia berangkat sebelum Dzhuhur, maka nantinya pada saat Ashar ia melakukan shalat Dzhuhur dan Ashar.
《 عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ وَفِي الْمَغْرِبِ مِثْلُ ذَلِكَ إِنْ غَابَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعِشَاءِ ثُمَّ جَمَعَ بَيْنَهُمَا. 》
Dari Muadz bin Jabal bahwasanya Rasulullah -ﷺ- ketika berada pada pertempuran Tabuk, jika matahari tergelincir sebelum beliau pergi, beliau menjama' antara Dzhuhur dengan Ashar. Jika beliau pergi sebelum tergelincir matahari beliau mengakhirkan Dzhuhur hingga beliau turun di waktu Ashar. Dan pada waktu Maghrib juga seperti itu. Jika matahari terbenam sebelum beliau pergi, beliau menjama' antara Maghrib dan Isya. Jika beliau pergi sebelum matahari tenggelam, beliau mengakhirkan Maghrib hingga turun di waktu Isya’, kemudian menjama' keduanya. [HR Abu Dawud]
(➊➑) Apakah shalat jama' diharuskan bersambung tanpa terpisah waktu yang lama?
[ Jawab ]
Tidak harus, menurut pendapat Ibnu Taimiyyah. Karena pada hakekatnya, shalat jama' adalah penggabungan satu waktu. Sehingga, tidak mengapa bagi seseorang melakukan shalat jama' yang masing-masing shalat terpisah jeda waktu yang cukup lama. Karena memang tidak ada nash shahih dan sharih (tegas) yang membatasi waktu jeda antar 2 shalat yang dijama'. Selama antara 2 shalat tersebut tidak diselingi oleh shalat yang lain, maka tidak mengapa.
Contoh, seorang yang telah shalat dzhuhur tanpa berniat jama', kemudian selang satu jam kemudian pada saat ia masih berada di waktu dzhuhur, ia teringat harus melakukan safar, dan ia melihat akan kesulitan dan memberatkan jika tidak dijama', maka ia boleh melakukan shalat ashar di waktu dzhuhur tersebut (sebagai bentuk jama') selama tadi selepas melakukan shalat dzhuhur ia tidak melakukan shalat-shalat yang lain (misal: shalat sunnah setelah dzhuhur).