Kita tak pernah bertatap muka,
tak bisa merasakan dekapanmu yang nyata,
namun kamu bagai palapa,
yang meniupkan asmaraloka lewat aksa.
Tambatanmu menyelusuri kalbu,
kehirapanmu penaka sembilu,
meleburkan air mata hingga tersendu,
meski ini sekedar buana palsu.
Aku sadar mungkin ini hanya sesaat,
kemudian menyapu harsa menjadi sekarat.
ada jarak yang mengukir sekat,
menciptakan daksa kita takkan bisa dekat.
Jarimu hebat menyuguhkan afeksi,
ketikanmu menyentuh ke relung hati,
berhasil membuat semburat merah dipipi,
bagaimana bisa aku merindukanmu yang tak pernah kutemui?
— celotehan waktu
#literasiduasatu