ㅤㅤWeekend yang ramai di Sydney. Banyak orang bergembira ria menghamburkan uang mereka untuk sekedar membeli jajanan. Ada juga beberapa pria tampan bersepeda santai dengan sumpelan earphone di telinga mereka. Terasa menyenangkan. Tapi tidak untuk ketiga wanita dewasa ini.
ㅤㅤYa, masih membahas Bian. Pertanyaan demi pertanyaan sudah terjawab dengan mudah oleh pemilik raga bernama Nara, namun kejiwaannya sangat persis dengan Bian, bahkan tingkat akademiknya juga sama seperti Bian. Semua soalan terasa seperti 1+1 bagi wanita itu.
ㅤㅤBagaimana mungkin bisa salah kalau memang benar dirinya itu Bian? Takdir memang tidak ada yang tahu. Persetan dengan kematian Bian. Wanita cantik ini sangat persis seperti Bian. Cara bicara, ekspresi, bahkan gerak tubuhnya benar-benar persis seperti sosok Bian.
ㅤㅤDari mulai selera makan Bian, letak rumah, perihal keluarga, hobi, pekerjaan. Bahkan tentang mantan dan sekolah Bian dulu, semua di jawab dengan tepat oleh wanita itu.
ㅤㅤ"Demi jenggot neptunus. Bagaimana mungkin bisa benar?" Yuan melongo menatap horor kearah wanita di depannya itu. Ia berhasil membuka laptop milik Bian, orang itu kemudian menggerutu melihat notifikasi E-mail yang belum terbaca. Chat yang kebanyakan dikirimkan oleh rekan kerjanya. Mengucapkan turut berduka cita atas kematian dirinya.
ㅤㅤ"Astaga, ternyata banyak sekali orang yang peduli dengan diriku..." Ucapnya haru. Jarinya tergerak untuk membaca pesan-pesan menyedihkan yang lainnya.
ㅤㅤTidak terasa cairan bening menumpuk di kedua mata Jova. Menatap dengan penuh rasa tidak percaya kepada wanita yang sedang duduk dihadannya itu. Jova sangat merasakan aura Bian saat ini. Apakah ini mimpi?
ㅤㅤ"Bian..." Lirih Jova. Orang yang merasa dipanggil membalikkan badannya. Melihat Jova dengan penuh kasih sayang. Tatapan matanya benar-benar sama seperti Bian, bahkan senyumnya juga mirip dengan Bian. Yuan juga merasakan apa yang dirasakan oleh Jova.
ㅤㅤ"Hey... menangis huh?" Sahut wanita itu pelan. Ia berdiri langsung memeluk Jova, tangannya dengan lembut mengusap kepala Jova. Mengingat bahwa postur tubuhnya yang jauh lebih tinggi dari Bian membuatnya semakin nyaman memeluk tubuh pendek Jova. Jova semakin terisak.
ㅤㅤAdegan yang cukup romantis. Yuan pun ikut menitikan air matanya. Memalingkan mukanya ke lain sisi. Entah mengapa dadanya terasa sedikit perih.
ㅤㅤLupakan soal keraguan. Kini Jova dan Yuan benar-benar merasakan kehadiran Bian. Garis mati memang tidak bisa di tunda ataupun di percepat. Dan ini kenyataannya. Bian belum mati.
ㅤㅤYa, masih membahas Bian. Pertanyaan demi pertanyaan sudah terjawab dengan mudah oleh pemilik raga bernama Nara, namun kejiwaannya sangat persis dengan Bian, bahkan tingkat akademiknya juga sama seperti Bian. Semua soalan terasa seperti 1+1 bagi wanita itu.
ㅤㅤBagaimana mungkin bisa salah kalau memang benar dirinya itu Bian? Takdir memang tidak ada yang tahu. Persetan dengan kematian Bian. Wanita cantik ini sangat persis seperti Bian. Cara bicara, ekspresi, bahkan gerak tubuhnya benar-benar persis seperti sosok Bian.
ㅤㅤDari mulai selera makan Bian, letak rumah, perihal keluarga, hobi, pekerjaan. Bahkan tentang mantan dan sekolah Bian dulu, semua di jawab dengan tepat oleh wanita itu.
ㅤㅤ"Demi jenggot neptunus. Bagaimana mungkin bisa benar?" Yuan melongo menatap horor kearah wanita di depannya itu. Ia berhasil membuka laptop milik Bian, orang itu kemudian menggerutu melihat notifikasi E-mail yang belum terbaca. Chat yang kebanyakan dikirimkan oleh rekan kerjanya. Mengucapkan turut berduka cita atas kematian dirinya.
ㅤㅤ"Astaga, ternyata banyak sekali orang yang peduli dengan diriku..." Ucapnya haru. Jarinya tergerak untuk membaca pesan-pesan menyedihkan yang lainnya.
ㅤㅤTidak terasa cairan bening menumpuk di kedua mata Jova. Menatap dengan penuh rasa tidak percaya kepada wanita yang sedang duduk dihadannya itu. Jova sangat merasakan aura Bian saat ini. Apakah ini mimpi?
ㅤㅤ"Bian..." Lirih Jova. Orang yang merasa dipanggil membalikkan badannya. Melihat Jova dengan penuh kasih sayang. Tatapan matanya benar-benar sama seperti Bian, bahkan senyumnya juga mirip dengan Bian. Yuan juga merasakan apa yang dirasakan oleh Jova.
ㅤㅤ"Hey... menangis huh?" Sahut wanita itu pelan. Ia berdiri langsung memeluk Jova, tangannya dengan lembut mengusap kepala Jova. Mengingat bahwa postur tubuhnya yang jauh lebih tinggi dari Bian membuatnya semakin nyaman memeluk tubuh pendek Jova. Jova semakin terisak.
ㅤㅤAdegan yang cukup romantis. Yuan pun ikut menitikan air matanya. Memalingkan mukanya ke lain sisi. Entah mengapa dadanya terasa sedikit perih.
ㅤㅤLupakan soal keraguan. Kini Jova dan Yuan benar-benar merasakan kehadiran Bian. Garis mati memang tidak bisa di tunda ataupun di percepat. Dan ini kenyataannya. Bian belum mati.