________________
"Oke, nanti gue bantu sebisanya deh, biar nanti di bantu anak ultras juga."
"Oke, makasih banyak ya Jen, lo udah mau berpartisipasi, thanks banyak nih" Jawab Bima, ketua OSIS di sekolahnya.
"Santai, kan buat kita kita juga. Yaudah, gue duluan nih ya." Bima mengangguk mendengarnya.
"Gak kau ajak si Ajeng ini Jen?" Teriak Renaldi dari sofa, Ajeng yang mendengar namanya di sebut langsung menatap Renaldi sengit, bonus cubitan di pinggangnya.
Jendral terkekeh mendengarnya "Jeng, mau bareng gak?"
"Enggak Jen, makasih. Masih harus ngurus yang lain gue"
"Bohong dia Jen, malu malu kucing aja dia " Ucap Renaldi lagi, bonus lagi cubitan di pinggangnya semakin kuat. "Lepas jeng, sakit banget sumpah" ucap Renaldi menatap Ajeng memelas.
"Bacot lo" Ucap ajeng garang.
Jendral terkekeh melihatnya "Yaudah, duluan ya semua."
"Hati hati Jen" ingat Bima, Jendral mengacungkan Jempolnya.
Berjalan di karidor sekolah yang sudah sepi, membuat Jendral kembali bergulat dengan benang benang di kepala. Memikirkan dirinya yang masih belum yakin untuk melanjut pendidikan di bidang teknik.
Hembusan nafas terdengar lagi dari mulutnya. "Renjana ada benarnya, bukan untuk ayah, bunda ataupun mereka berdua, tapi untuk diri gue sendiri."
"Halah, mau masuk kampus di mana aja belum gue pikirin, ini udah mikirin jurusan. Bodohnya, mikirin kampus mana dulu, baru jurusan. Itupun kalau gue keterima."
"Oke, nanti gue bantu sebisanya deh, biar nanti di bantu anak ultras juga."
"Oke, makasih banyak ya Jen, lo udah mau berpartisipasi, thanks banyak nih" Jawab Bima, ketua OSIS di sekolahnya.
"Santai, kan buat kita kita juga. Yaudah, gue duluan nih ya." Bima mengangguk mendengarnya.
"Gak kau ajak si Ajeng ini Jen?" Teriak Renaldi dari sofa, Ajeng yang mendengar namanya di sebut langsung menatap Renaldi sengit, bonus cubitan di pinggangnya.
Jendral terkekeh mendengarnya "Jeng, mau bareng gak?"
"Enggak Jen, makasih. Masih harus ngurus yang lain gue"
"Bohong dia Jen, malu malu kucing aja dia " Ucap Renaldi lagi, bonus lagi cubitan di pinggangnya semakin kuat. "Lepas jeng, sakit banget sumpah" ucap Renaldi menatap Ajeng memelas.
"Bacot lo" Ucap ajeng garang.
Jendral terkekeh melihatnya "Yaudah, duluan ya semua."
"Hati hati Jen" ingat Bima, Jendral mengacungkan Jempolnya.
Berjalan di karidor sekolah yang sudah sepi, membuat Jendral kembali bergulat dengan benang benang di kepala. Memikirkan dirinya yang masih belum yakin untuk melanjut pendidikan di bidang teknik.
Hembusan nafas terdengar lagi dari mulutnya. "Renjana ada benarnya, bukan untuk ayah, bunda ataupun mereka berdua, tapi untuk diri gue sendiri."
"Halah, mau masuk kampus di mana aja belum gue pikirin, ini udah mikirin jurusan. Bodohnya, mikirin kampus mana dulu, baru jurusan. Itupun kalau gue keterima."