Seorang manusia terlihat bahagia,
namun nyatanya tangis menjadi teman setia,
dikala kelamnya malam.
Dua mata indahnya, memperlihatkan binar kebahagiaan dibalik memar biru tak kasat mata yang ia sembunyikan.
Berusaha baik,
berusaha tak khawatir,
padahal raganya menjadi korban dari rajam dunia yang tiada habis menghujaminya.
Memutar memori bahagia yang pernah ia rasakan,
berharap menjadi pemulih sesaat,
walau raga nyaris tercekat.
Selalu sadar akan tiada guna mengeluh,
tetapi semesta seakan mengajak bermain-main tentang kehidupan,
bahwa semua yang terlihat dan terasa hanyalah skenario Tuhan untuk menguatkan hamba-Nya.
Seandainya tau jika hidup sebercanda ini.
Terbesit pertanyaan, kiranya jawaban seperti apa yang dilontarkan kepada Tuhan, ketika manusia bersedia menjadi "makhluk dengan segala permasalahannya"
—Madiharsa
namun nyatanya tangis menjadi teman setia,
dikala kelamnya malam.
Dua mata indahnya, memperlihatkan binar kebahagiaan dibalik memar biru tak kasat mata yang ia sembunyikan.
Berusaha baik,
berusaha tak khawatir,
padahal raganya menjadi korban dari rajam dunia yang tiada habis menghujaminya.
Memutar memori bahagia yang pernah ia rasakan,
berharap menjadi pemulih sesaat,
walau raga nyaris tercekat.
Selalu sadar akan tiada guna mengeluh,
tetapi semesta seakan mengajak bermain-main tentang kehidupan,
bahwa semua yang terlihat dan terasa hanyalah skenario Tuhan untuk menguatkan hamba-Nya.
Seandainya tau jika hidup sebercanda ini.
Terbesit pertanyaan, kiranya jawaban seperti apa yang dilontarkan kepada Tuhan, ketika manusia bersedia menjadi "makhluk dengan segala permasalahannya"
—Madiharsa