SAMBER SQ


Kanal geosi va tili: ko‘rsatilmagan, ko‘rsatilmagan
Toifa: ko‘rsatilmagan


👊WELCOME TO SAMBER SQ👊
est. July 2019
Squad para pejantan terpilih yang dibesarkan dengan sepenuh hati, dimana para penggila dan pemuja wanita berkumpul.
💥SAMBER NYATANYA NYEGERIN💥
More info: @samber_bot
Pfp/medpart: keep 24/tunggu open

Связанные каналы

Kanal geosi va tili
ko‘rsatilmagan, ko‘rsatilmagan
Toifa
ko‘rsatilmagan
Statistika
Postlar filtri


selamat di gantung


Versi kedua cerita ibuku lebih seram daripada cerita yang anak kecil. Menurutku lebih seram, karena biasanya lewat alas itu sekitar 45 menit, tapi ini bisa jadi 2 jam lebih.

Lokasinya sama; Alas Baluran.

— cerita di lanjut besok , update terakhir 11 jam yg lalu karena jendela kamar di ketuk —

#disambersetan


^ bukan masalah seram pas baca, tapi masalah setan pas kita mengimajinasikan kalo kita di posisi saat itu


Kondisi dini hari itu jalanan sepi, nggak ada lalu lalang satu pun kendaraan. Jalanan yang jelek dan berlubang membuat alas baluran seperti hanya punya jalan setapak.

Penumpang pun kembali tenang. Meski ada juga ibu-ibu yang minta lekas melanjutkan perjalanan.

Versi satu cerita ibuku selesai pada anak kecil yang minta turun dari bus padahal masih di tengah hutan.

Maaf kiranya kurang seram, tapi beberapa kali nyetir lewat alas itu tengah malam rasanya nggak akan bisa tenang. Cobain sendiri deh.

#disambersetan


Semua penumpang termasuk ayah ibuku melihat ke hutan sebelah kiri. Anak kecil itu terus berjalan ke arah dalam hutan tanpa ada berhenti.

Tiba-tiba.
“Astofirulloh.. ilang areke cak!”
(Astagfirullah, anaknya hilang!)

Suara kenek bus nyaring dan diikuti istighfar semua penumpang.

Ibuku bilang, “itu anak jalannya biasa aja, nggak lari, nggak cepet juga. Belum sampai ke area tengah hutan tiba-tiba hilang. Ibu inget banget waktu itu udah hampir setengah 4. Nggak masuk akal ada rumah..”

Kayak anak kecil biasanya kok.
Pakai kaus, celana pendek.

#disambersetan


Sambil turun dari bus, tidak ada jawaban sama sekali dari anak kecil tadi. Supir bus pun menyuruh kenek untuk segera menutup pintu.

“Wes ndang tutupen.. tutupen lawange, demit iku cak!”
(Udah cepet tutup, tutup pintunya, setan itu!)

Seisi bus Astaghfirullah semua.

Bapak-bapak di bangku paling depan meminta ke supir untuk jangan pergi dulu dari situ. Mungkin penasaran.

“Sek pak, ojok budal sek..”
(Sebentar jangan berangkat dulu)

Sementara di sisi sebelah kiri, anak kecil tadi berjalan ke arah hutan.


#disamberhutan


Bus pun berhenti di pinggir jalan. Sekeliling kanan-kiri masih hutan, pohon-pohon menjulang tinggi. Semua penumpang berdiri dari kursi dengan maksud ingin melihat secara langsung anak kecil tadi.

Rumah? Di tengah hutan? Yakali.

Waktu menunjukkan pukul 3 pagi. Tidak ingin membuang waktu, akhirnya kenek bus mempersilakan anak kecil itu untuk turun.

Sambil bicara sedikit heran;
“Omahe sopo le nang kene, kowe demit yo, Ya Allah Gusti..”
(Rumahnya siapa nak di sini, kamu setan ya, Ya Allah Gusti..”


#disambersetan


“Loh le, iki tengah alas, kowe arep nyapo mudun nang kene?”
(Loh dek, ini tengah hutan, kamu ngapain turun di sini?)

Pertanyaan kenek bus itu lantang terdengar semua penumpang. Beberapa ada yang mulai istighfar.

“Omahku nang kene pak, wis to aku mudun kene wae..”
(Rumahku di sini pak, sudahlah aku turun di sini saja..)

Jawaban anak kecil itu makin saja membuat malam semakin seram. Dilihat dari bentuk tubuhnya, anak kecil itu seperti masih SD.

Dia sendirian.


#disambersetan


Di tengahnya heningnya bus, tiba-tiba ada suara lirih dari dalam bus. Kira-kira baris ketiga dari depan, sedangkan ayah-ibu ada di tengah.

Suara anak kecil. Pelan, tapi berulang.

“Pak, mandek kene pak..”
“Pak, aku mudun kene..”
(Pak, berhenti di sini pak..)
(Pak, aku turun di sini pak..)

Suara anak kecil tadi membuat penumpang bus terbangun. Ada kalimat-kalimat tanya dan heran dari penumpang bus yang terdengar.

“Sopo iku? Sopo?”
(Siapa itu? Siapa?)


#disambersetan


^ merinding ngapa ya


urang lebih sudah 30 menit bus berjalan di tengah hutan. Lampu kuning dalam bus zaman dulu makin menimbulkan kesan seram dalam perjalanan mudik ayah dan ibuku.

Lalu momen seram pun terjadi..


#disambersetan


Semua penumpang masih tertidur. Sayup-sayup ibu mendengar suara kenek bus ngobrol sama pak supir.

“Diluk engkas iki.. Diluk engkas..”
(Sebentar lagi ini, sebentar lagi..)

Mungkin pertanda bahwa sebentar lagi bus akan melewati alas baluran.

Benar saja, bus pun mulai memasuki hutan yang penerangannya hanya terdapat pada kilometer awal saja. Ibuku memutuskan untuk tidur lagi.

Suasana bus hening, hening sekali. Hanya ada suara mesin bus yang sesekali dipaksa kuat melewati beberapa tanjakan di hutan.

#disambersetan


Berangkat dari Pasuruan, Ayah-Ibu memutuskan untuk berangkat menggunakan bus malam dengan harapan sampai sana pagi saja. Perjalanan yang lama menjadi tidak begitu berasa bila dipakai tidur.

Perjalanan darat dari Pasuruan ke Banyuwangi kurang lebih 5-6 jam.

Sekitar pukul 11 malam perjalanan dimulai. Bus lumayan penuh, tetapi masih ada beberapa bangku kosong. Melewati 3 jam awal perjalanan, Probolinggo - Kraksaan - Besuki, hampir semua penumpang tertidur.

Waktu menunjukkan pukul 02.00. Sedikit lagi sampai Situbondo.


#disambersetan


Cerita Ibu versi yang pertama.

Seingat beliau, kejadiannya tahun 1988 atau 1989, lupa persisnya. Perjalanan mudik ke Banyuwangi seperti biasanya Ayah-Ibu tempuh menggunakan bus. Pada tahun itu belum ada rezeki untuk beli mobil.

#disambersetan


Yang sering perjalanan darat ke Bali, untuk sampai ke Ketapang pasti melewati alas ini. Ada beberapa sebutan angker untuk tempat ini, mulai dari Jurang Tangis, sampai konon tempat pembuangan mayat G30S/PKI yang jumlahnya ribuan.

Bukan itu topik ceritanya.
Ini pengalaman ibuku.

Ada 2 versi cerita Ibu yang setiap perjalanan mudik beliau ceritakan. Untuk informasi saja, setiap mudik, perjalanan yang kami ambil selalu malam hari. Supaya sampainya di Banyuwangi bisa pagi. Dan lagian, saya yang nyetir, lebih suka nyetir gelap daripada terang.


#disambersetan


note :Jadi untuk yang belum tau tentang Alas Baluran, alas ini artinya hutan. Hutan Baluran. Taman Nasional Baluran atau Afrikanya Pulau Jawa, ada di sini. Sering dipakai prewed. Tetapi, itu juga tidak mengurangi kesan seramnya alas Baluran.

Setiap lebaran selalu mudik ke Banyuwangi, tepatnya Blambangan, tempat kelahiran Ibu. Lewat darat, hutan Baluran selalu menjadi jalur yang sesegera mungkin ingin saya lewati. 24 km, nggak ada sinyal.

Nggak jarang pula playlist Spotify keganti sendiri tiap lewat sini.

#disambersetan


Pengalaman horror Ibu, Ayah, dan saudara Ibu tentang Alas Baluran. Ibuku orang asli Blambangan, kakak adik beliau juga ada di Banyuwangi. Jadi setiap mudik pasti ke sana dan lewat alas ini. Beliau selalu cerita tentang seramnya alas Baluran.

Coba aku ceritakan, ya. #disambersetan


pagi-pagi #disambersetan enak kali ya . cr : @/farisandani twitter


assalamualaikum


samber squad 🐺 #samber

20 ta oxirgi post ko‘rsatilgan.

886

obunachilar
Kanal statistikasi