Dialektika Senja


Channel's geo and language: not specified, not specified
Category: not specified


Mari berbincang saat senja mulai menyapa.
Sedikit kontradiksi tak apa, setidaknya dapat terkenang.
Kritik/saran/req: @DSteam_bot
Pfp? Tunggu open.
instagram.com/dialektikasenja_
http://line.me/ti/p/%40yeo3364l
t.me/kelasdialektikasenja

Related channels  |  Similar channels

Channel's geo and language
not specified, not specified
Category
not specified
Statistics
Posts filter


teruntuk seorang anak adam,
yang diberi asma oleh si Bunda.
tepat pada esok hari,
sepasang kekasih
semu akan merayakan
harinya. sibuk memamerkan
afeksi siapa yang paling
akbar. jelas, si aku—mu inilah
yang afeksinya paling besar
sebab ia tidak ingin di-
kalahkan.
bentala sibuk meneliti petala antara
ego, nurani, afeksi dan sukma
sehingga menciptakan konspirasi
antara kau dan aku yang sekarang berpikir seakan tidak akan ada yang pecah dalam penelitian itu
maaf, aku—mu yang leta
ini berani membuat afeksi
seakbar ini. tapi, jangan
risau aku—mu ini bukanlah
serindai yang membuatmu
gamang.
sudah, kisah kita memang bukanlah
kisah yang apik konfigurasinya.
apalagi sampai harap-harap
disusun dalam skenario bentala.
karena, kisah kita hanyalah
bukti larutan afeksi dalam fuad.

— sajak noona.


Berbincang sejenak dan mengenal Anglocita? yuk @Anglocitabot


Senandung angin yang membuat ranting bergesekan itu menjadi latar musiknya. Sedangkan sedari tadi rimbun pepohonan hijau sudah menjadi payung bagi dua anak manusia yang tengah duduk di taman belakang Padmanaba.

Gadis itu terus saja menggerakan penanya di atas selembar kertas bergaris. "Ikatan elektrovalen paling mudah terbentuk dari persenyawaan antara unsur golongan halogen dan—"

"Dan sayang"

Gadis itu langsung mengatupkan mata dan menghentikan pergerakan penanya begitu pemuda yang sedari tadi duduk di depannya itu memotong kalimat Naesha. Di bangku lain, Naka yang menopang dagu sambil melihat bagaimana wajah Naesha lantas mengulas tawa. Lucu juga kalau dia tengah mengganggu gadis ini.

"Naka! Mending kamu pergi aja deh daripada gangguin aku mulu," ujar Naesha, memandang sengit cowok yang kini justru makin mengulas senyum.

"Salah siapa nyuekin gue," balas Naka lalu mengambil selembar soal yang berada di hadapan gadis itu. Dengan gerakan cepat, kini Naka sandingkan selembar soal tersebut di samping wajahnya. "Coba deh lo pikir. Emang wajah gue sama kertas ini, gantengan kertasnya?"

"Lho, itu kamu tau."

"Ck!" decak Naka sambil melempar lagi kertas tersebut ke arah meja batu di taman. "Nggak lucu ya, Nona Naesha! Emang berapa persen, sih, lo sayang sama kimia?"

"Sembilan puluh sembilan persen," jawab Naesha.

"Terus kalau sayang sama guenya berapa persen?"

"Setengah persen?"

Air muka pemuda Narantaka pun berubah. "Kok gitu?" ujar Naka. Gadis di depannya itu kini tak mau menjawab. Lagi-lagi dia hanya bungkam kalau sudah ditanya pertanyaan seperti itu.

"Tuh kan nggak mau jawab lagi. Lo emang bener-bener, ya? Kayaknya gue tahu sekarang. Hati lo itu emang diciptakan semesta kayak model atom punya Dalton."

"Maksud kamu kayak bola pejal gitu?" sungut Naesha.

"Bukan gitu ... partikel hati lo itu terlalu kecil, Naesha," jawab Naka. "Jadi nggak boleh dibagi-bagi lagi. Makanya cukup gue aja yang ngisi hati lo, orang lain jangan. Apalagi Avra! Ngerti?"

Naesha langsung mengulum senyum. Dia tahu ke mana arah pembicara ini bermuara. "Tapi ngomong-ngomong, kamu salah, Tuan Narantaka," balas Naesha. "Hatiku itu bukan kayak modelnya Dalton, tapi Rutherford."

"Kok bisa?"

"Modelnya Rutherford itu sifatnya netral. Jadi cowok lain boleh dong kalau mau masuk ke hati aku. Termasuk avra. Diakan ganteng."

"Nggak!"

Naesha lantas melipat dahi. "Kok, nggak?"

"Karena setelah ini, gue bakalan jadi keelektronegatifan buat lo," jawab Naka.

"Hah? Keelektronegatifan?"

Pemuda itu mengangguk. "Biar bisa menarik elektron atom hati lo ke dalam satu ikatan kovalen cinta gue. Jadi Avra nggak bakal bisa lagi masuk ke atom hati lo."

Sialan juga cowok satu ini!

Salah memang kalau Naesha telah menjatuhkan hatinya sama cowok yang sama-sama suka dunia alkimia. Mendengar bualan Naka saja, hati gadis itu langsung menghangat ke level 176 derajat Fahrenheit.

Emang Naka terbuat dari apa, sih, bisa sampai kasih dampak kayak begini bagi hatinya?


–Navaenra, Bab I.
#MerakitPerasaan
#Lovegaritma


JENUH

Terbetik maklumat janji temu
Di penjuru tertera namamu
Tampak ganal-ganal semu
Kendati telah lama jemu

Era itu kisah bersuatu
Terkumpul menjadi tak tentu
Dalam hal menebak waktu
Kau datang melempar batu

Dalam era yang telah lalu
Telah dirasa diiris sembilu
Kau berlabuh menyumbang pilu
Melilit kelam layak benalu

— Na
#ankorpina


Senja
Semburat merah orange dilangit sore yang pilu

Senja
Mengingatkanku akan sebuah kenangan menyakitkan yang terjadi ketika itu

Senja
Sebuah pertemuan
Dan juga sebuah perpisahan

Senja
Berhasil menyatukanku dengan seseorang. Tapi dia juga berhasil memisahkanku dengannya

Senja
Terima kasih. Karena pernah mengenalkanku dengannya
Walau pada akhirnya kau juga memisahkanku

Senja
Jika kau tidak bisa menyatukanku kembali dengannya, maka tolong sampaikan padanya
Bahwa, "Aku rindu."

Teruntuk seseorang yang beribu kilometer jauhnya

_rain untuk V


Sabar tidak ada batasnya,diri kamu saja yang bikin patokan sabar sendiri karna lelah. Yakan?


"Lembayung pagi bergoyang itik. Hai, ketemu lagi dengan gue si ganteng Bhaiq!"

Allahu Akbar.

Baru pukul sepuluh di hari Selasa. Baru memasuki Waktu Indonesia Bagian Bahagia. Baru saja radio kesayangan Padmanaba mengudara. Baru juga istirahat pertama mulai menyapa.

Namun, cuitan dari lautan twitter sudah mulai menghujat sang penyiar radio Padmanaba.

"Oke, setelah minggu kemarin lima belas menit kita galau bahas soal #MantanOrGebetan. Akhirnya setelah gue topo geni dan diskusi dengan anak Jurnalistik ... Den Baguse Ngarsonya Padmanaba iki duwe hastag anyar, #RadioBercerita. Jadi silakan suarakan suara anda sebelum bicara itu dilarang oleh negara. Ngerti? Kita mulai saja bacakan karena sudah ramai Bung dengan cuitan mesra dari fans gue."

Tiba-tiba dua kenari Bhaiq pun melebar begitu ingin membaca cuitan di layar monitor. "Wao. Blereng, gaes. Ini cuitan luar biasa. Untuk pertama kali gue kedatangan tamu luar binasa hari ini. Gila, most wanted-nya angkatan 51 ngetweet, man."

Kaka @narantaka
Dhus, gue boleh request lagu nggak, sih? Tolong nyanyiin lagu Bicara punya The Overtunes feat. Monita dong. Salamin juga, bilang kalau lagu ini buat kamu ... iya, kamu yang anak Fotografi penghuni IPA-1. @Rapadz #RadioBercerita

"Belgedes tenan koe, Bleh. Ternyata sohib gue satu ini udah mau berpaling dari Mbak tanaman padi cuy. Alhamdulillah segera hajatan," sela Bhaiq tak kalah bahagia.

Sedangkan Naka di koridor sudah ingin meremas kepala Bhaiq.

"Oke request lo diterima sama dua vokal Paduan Suara yang kali ini bertugas, Mas Dobleh. Untuk mengakhiri Rapadz alias Radio Padmanaba'z selasa kali ini. Ini lagu untuk kalian. Dan terkhusus untuk anak Fotografi penghuni IPA-1. This is for you, Bicara!"

Zia yang berada di depan mikrofon itu pun tersenyum sambil mulai berbicara sepatah kata sebelum mulai menyenandungkan suara.

"Hm, sebab di sini sepertinya saya tahu orangnya yang dimaksud itu siapa. Saya akan merangkai satu kalimat sederhana dari kutipan Rintik Sedu yang pernah saya baca. Kata. Semua orang pasti bicara. Ada yang bicara lewat bahasa, ada yang bicara lewat nada, ada yang bicara lewat rasa, dan ada juga yang bicara tanpa bicara. Dan untuk Naesha. Lagu ini mungkin menjadi mula untuk kamu dan Naka."

Cio pun mulai memetik gitar dan siap bersuara untuk bait pertama. Begitu pada ketukan nada mula. Lagu pun mengudara seantero Padmanaba.

Sudah berapa lama
Aku menunggu jawaban darimu

Sampaikah kepadamu?
Kata-kata yang kurangkaikan
Agar kau tahu perasaanku
Yang telah lama terpendam

Inilah yang kurasakan

Di lorong antara ruang kelas sebelas yang hampa. Pada suara-suara bernada bahagia. Naka menemukan gadis dengan kamera di depan netranya.

Naesha.


–Navaenra, Bab I.
#MerakitPerasaan
#Lovegaritma




Halo! Ngobrol, yuk. @pentanolbot


TAMPAK

Terperosok dalam ruang buram
Tanpa kirana, berteman kelam
Bersemuka pada langit malam
Mengamati kartika berambisi suram

Di suatu musim dalam ruang
Menatap persona binar terang
Awak berjalan tanpa tenggang
Terpanah kirana seorang bujang

Tangan terjulur meminta
Sempat ragu, sempat curiga
Penghabisan masa ikut jua
Membujuk keluar dalam gelita

Detik ini birai menarik seri
Menendang kelam tanpa sangsi
Rasa pasrah berpangku durasi
Tak sangsi menuntun hati

— Na
#ankorpina




Gilang
Ehh jelek | 13.00 Read

Gilang
Gila ye diread doang | 13.30 Read
Oi Dis | 13.31 Read

Dissa
Iya Lang, kenapa? | 13.35 Read

Gilang
Tadi kenapa chat gua cuma lo read? | 13.35 Read

Dissa
Hah? Yang mana? | 13.35 Read

Gilang
Tuh yang jam 13.00 | 13.35 Read

Dissa
Oh, itu buat gue toh wkwk. Gue kira salah kirim | 13.40 Read

Gilang
Ya nggak lah bebb. | 13.40 Read
Pulang sm siapa? Gua anter ya | 13.40 Read

Dissa
Gak usah | 13.45 Read
Dijemput Papa | 13.45 Read

Gilang
Ya udah besok deh, gak ada penolakan | 13.45 Read

Dissa
Maaf Lang, gak bisa | 14.00 Read

Gilang
Ini udah hari ke tiga puluh lo jauhin gua cuma gara-gara kita putus. Belajar dewasa Dis, putus bukan berarti berubah semuanya | 14.00 Read

Dissa
Hahaha. Maaf ya Lang, aku mau nanya, kalo emang putus enggak merubah semuanya, untuk apa ada kata 'putus'? | 14.00 Read

Pesan itu tidak dibalas lagi sampai tahun-tahun berikutnya, dia bahkan enggan menyapaku lagi semenjak pesan itu kukirimkan.

— Pentanol
#SuaraPentanol


"Avra?"

Pemuda itu menoleh. "Hm?"

"Kamu bisa pegang kameraku bentar nggak?" pinta Naesha. Melihat gelagat aneh gadis itu, Avra sedikit melipat dahi. Seolah dia paham melihat Naesha yang sedang menahan sesuatu. "I-itu, aku tiba-tiba jadi kebelet nih. Kalau harus sampai musala nggak keburu."

Melihat tingkah Naesha yang lucu. Pemuda itu langsung mengambil kamera dan mengusap pucuk kepala gadis Nareswara itu sekilas. "Ya udah sini biar gue bawa. Lo ke toilet aja sana."

"Makasih, ya, pucet!"

Gadis itu pun langsung berlari melesat pergi. Detik yang berselang pindah ke menit, Naesha pun akhirnya kembali. Akan tetapi ... orang yang Naesha cari kini sudah tidak ada.

"Ke mana dia?" gumamnya menyelisik sekitar. Tapi nihil. "Kok, nggak ada? Apa Avra udah ke musala duluan? Ah, mungkin kali. Ya udah deh aku susul aja."

Baru juga satu kaki bergerak menapak pualam. Suara seseorang dari belakang menghentikan langkahnya. "Lo yang punya kamera ini?"

Seperti barisan hapalan rumus alkana yang sudah Naesha hapal di luar kepala. Pun juga dengan bait suara ini.

Nggak mungkin, kan?

Apa mungkin Naesha tengah berhalusinasi? Dia langsung memutar badan. Memastikan halusinasi siang bolongnya. Dan ternyata, Voila. Jakarta akhirnya mempertemukan mereka dalam satu skenario tatap muka.

Benar saja, orang yang tadi menjadi objek dari kameranya itu, kini sudah berdiri di depan Naesha sambil memegang mirrorless miliknya.

"Benerkan, ini kamera punya lo?" ujarnya sambil mengulurkan benda di tangan.

Buru-buru Naesha mengambil dari tangan pemuda itu. "Makasih." Begitu selesai berujar, gadis itu langsung pergi terbirit. Sekilas cowok tadi menoleh memperhatikan bagaimana punggung Naesha.

"Eh, tunggu bentar."

Gadis itu refleks menghentikan langkah dan memutar kepalanya perlahan. "Iya, kenapa?"

"Makasih."

"Eh?"

"Gue suka hasil fotonya."

Ah, Jakarta. Kau mau bercanda lagi, ya?

Letak Selat Sunda masih jauh tidak, sih, dari Padmanaba? Rasanya Naesha ingin tenggelam saja kalau kau ingin tahu, Jakarta.

Saking malunya, gadis itu langsung menutup wajahnya dan mulai terbirit berlari pergi. Bagai perampok yang benar-benar tertangkap basah kalau begini.

"Jadi ini, alasan tadi Avra nyuruh gue ke sini?" gumam Naka seraya menyibak rambutnya. "Lucu juga dia."


–Navaenra, Bab I.
#MerakitPerasaan
#Lovegaritma


hei, sudah lama kita tidak bertemu.
semenjak kau pupus, rasanya sulit membangun harap,
seakan debar tak terhirau, oh—maaf, berlebihan.
tapi sungguh, hadirmu sungguh menghias.
iya-iya, aku tau, pada ujungnya kau akan pergi (lagi).
tapi tak apa, setidaknya kau layak pelangi.
beri seonggok spektrum warna,
pada hiruk pikuk hari yang sepi.
semoga kau betah lebih lama, rasa.

(( sambutan pada pemijak baru rasa ))

—calliope,
#episodemenyuka
#weirdywordy


Makan keripik bikinan Wardon.
Hatiku bergelitik mendengar recehan Wardon.
Hai kamu yang bermata sipit.
Bolehkah aku memberimu keripik?

—Jk's cacad


Semesta memutar realita;
meniti paradoks kesedihan,
membuang harap kebahagiaan.

Semesta memutar realita;
menajamkan raut hitam putih,
mengikis kelembutan warna.

Semesta memutar realita;
membenarkan kepalsuan,
memasulkan kebenaran.

Semesta memutar realita;
menghujam titik perbedaan,
memecah persatuan.
Semesta beralih suram.

(( naas makhluk kasyapi ))

—calliope,
#weirdywordy


Forward from: Predestinasi
Hai! Ikuti Dialektika Senja di platform lain, yuk!

INSTAGRAM : instagram.com/dialektikasenja_
LINE : http://line.me/ti/p/%40yeo3364l
TELEGRAM : t.me/dialektikasenja

Kiriman karya dari teman-teman akan kami post di sana, ya!

Jangan lupa subscribe channel kepenulisan kami:
t.me/kelasdialektikasenja


"Mau apa kamu?"

Tau mauku? Mauku adalah kamu. Sebuah harapan dan impian yang terus diharapkan semua orang. Sempat berpikir nihil mendapatkanmu. Namun, aku harus yakin bahwa kamu akan menjadi milikku.

—noor.




LALAI

Bermakna pada satu musim
Perkara menyala namun tak beroperasi
Melakoni handai berlayar melantas lepas
Kala afeksi ditinju realitas

Sehabis musim maherat
Tangkai serta patera silih sayat
Lenyap afiliasi, lesap saluran
Beterbangan lantas terselap

Tatkala habis ditelan durasi
Silih mencela dalam tombak
Seronok membesar di butala
Berjuang disanding kecewa

Terselap tak pamit
Selagi kukuh menongkrong
Kendati ditanam getun pula
Rujuk afeksi menanti pamit

— Na
#ankorpina

20 last posts shown.

2 105

subscribers
Channel statistics