Senandung angin yang membuat ranting bergesekan itu menjadi latar musiknya. Sedangkan sedari tadi rimbun pepohonan hijau sudah menjadi payung bagi dua anak manusia yang tengah duduk di taman belakang Padmanaba.
Gadis itu terus saja menggerakan penanya di atas selembar kertas bergaris. "Ikatan elektrovalen paling mudah terbentuk dari persenyawaan antara unsur golongan halogen dan—"
"Dan sayang"
Gadis itu langsung mengatupkan mata dan menghentikan pergerakan penanya begitu pemuda yang sedari tadi duduk di depannya itu memotong kalimat Naesha. Di bangku lain, Naka yang menopang dagu sambil melihat bagaimana wajah Naesha lantas mengulas tawa. Lucu juga kalau dia tengah mengganggu gadis ini.
"Naka! Mending kamu pergi aja deh daripada gangguin aku mulu," ujar Naesha, memandang sengit cowok yang kini justru makin mengulas senyum.
"Salah siapa nyuekin gue," balas Naka lalu mengambil selembar soal yang berada di hadapan gadis itu. Dengan gerakan cepat, kini Naka sandingkan selembar soal tersebut di samping wajahnya. "Coba deh lo pikir. Emang wajah gue sama kertas ini, gantengan kertasnya?"
"Lho, itu kamu tau."
"Ck!" decak Naka sambil melempar lagi kertas tersebut ke arah meja batu di taman. "Nggak lucu ya, Nona Naesha! Emang berapa persen, sih, lo sayang sama kimia?"
"Sembilan puluh sembilan persen," jawab Naesha.
"Terus kalau sayang sama guenya berapa persen?"
"Setengah persen?"
Air muka pemuda Narantaka pun berubah. "Kok gitu?" ujar Naka. Gadis di depannya itu kini tak mau menjawab. Lagi-lagi dia hanya bungkam kalau sudah ditanya pertanyaan seperti itu.
"Tuh kan nggak mau jawab lagi. Lo emang bener-bener, ya? Kayaknya gue tahu sekarang. Hati lo itu emang diciptakan semesta kayak model atom punya Dalton."
"Maksud kamu kayak bola pejal gitu?" sungut Naesha.
"Bukan gitu ... partikel hati lo itu terlalu kecil, Naesha," jawab Naka. "Jadi nggak boleh dibagi-bagi lagi. Makanya cukup gue aja yang ngisi hati lo, orang lain jangan. Apalagi Avra! Ngerti?"
Naesha langsung mengulum senyum. Dia tahu ke mana arah pembicara ini bermuara. "Tapi ngomong-ngomong, kamu salah, Tuan Narantaka," balas Naesha. "Hatiku itu bukan kayak modelnya Dalton, tapi Rutherford."
"Kok bisa?"
"Modelnya Rutherford itu sifatnya netral. Jadi cowok lain boleh dong kalau mau masuk ke hati aku. Termasuk avra. Diakan ganteng."
"Nggak!"
Naesha lantas melipat dahi. "Kok, nggak?"
"Karena setelah ini, gue bakalan jadi keelektronegatifan buat lo," jawab Naka.
"Hah? Keelektronegatifan?"
Pemuda itu mengangguk. "Biar bisa menarik elektron atom hati lo ke dalam satu ikatan kovalen cinta gue. Jadi Avra nggak bakal bisa lagi masuk ke atom hati lo."
Sialan juga cowok satu ini!
Salah memang kalau Naesha telah menjatuhkan hatinya sama cowok yang sama-sama suka dunia alkimia. Mendengar bualan Naka saja, hati gadis itu langsung menghangat ke level 176 derajat Fahrenheit.
Emang Naka terbuat dari apa, sih, bisa sampai kasih dampak kayak begini bagi hatinya?
–Navaenra, Bab I.
#MerakitPerasaan
#Lovegaritma
Gadis itu terus saja menggerakan penanya di atas selembar kertas bergaris. "Ikatan elektrovalen paling mudah terbentuk dari persenyawaan antara unsur golongan halogen dan—"
"Dan sayang"
Gadis itu langsung mengatupkan mata dan menghentikan pergerakan penanya begitu pemuda yang sedari tadi duduk di depannya itu memotong kalimat Naesha. Di bangku lain, Naka yang menopang dagu sambil melihat bagaimana wajah Naesha lantas mengulas tawa. Lucu juga kalau dia tengah mengganggu gadis ini.
"Naka! Mending kamu pergi aja deh daripada gangguin aku mulu," ujar Naesha, memandang sengit cowok yang kini justru makin mengulas senyum.
"Salah siapa nyuekin gue," balas Naka lalu mengambil selembar soal yang berada di hadapan gadis itu. Dengan gerakan cepat, kini Naka sandingkan selembar soal tersebut di samping wajahnya. "Coba deh lo pikir. Emang wajah gue sama kertas ini, gantengan kertasnya?"
"Lho, itu kamu tau."
"Ck!" decak Naka sambil melempar lagi kertas tersebut ke arah meja batu di taman. "Nggak lucu ya, Nona Naesha! Emang berapa persen, sih, lo sayang sama kimia?"
"Sembilan puluh sembilan persen," jawab Naesha.
"Terus kalau sayang sama guenya berapa persen?"
"Setengah persen?"
Air muka pemuda Narantaka pun berubah. "Kok gitu?" ujar Naka. Gadis di depannya itu kini tak mau menjawab. Lagi-lagi dia hanya bungkam kalau sudah ditanya pertanyaan seperti itu.
"Tuh kan nggak mau jawab lagi. Lo emang bener-bener, ya? Kayaknya gue tahu sekarang. Hati lo itu emang diciptakan semesta kayak model atom punya Dalton."
"Maksud kamu kayak bola pejal gitu?" sungut Naesha.
"Bukan gitu ... partikel hati lo itu terlalu kecil, Naesha," jawab Naka. "Jadi nggak boleh dibagi-bagi lagi. Makanya cukup gue aja yang ngisi hati lo, orang lain jangan. Apalagi Avra! Ngerti?"
Naesha langsung mengulum senyum. Dia tahu ke mana arah pembicara ini bermuara. "Tapi ngomong-ngomong, kamu salah, Tuan Narantaka," balas Naesha. "Hatiku itu bukan kayak modelnya Dalton, tapi Rutherford."
"Kok bisa?"
"Modelnya Rutherford itu sifatnya netral. Jadi cowok lain boleh dong kalau mau masuk ke hati aku. Termasuk avra. Diakan ganteng."
"Nggak!"
Naesha lantas melipat dahi. "Kok, nggak?"
"Karena setelah ini, gue bakalan jadi keelektronegatifan buat lo," jawab Naka.
"Hah? Keelektronegatifan?"
Pemuda itu mengangguk. "Biar bisa menarik elektron atom hati lo ke dalam satu ikatan kovalen cinta gue. Jadi Avra nggak bakal bisa lagi masuk ke atom hati lo."
Sialan juga cowok satu ini!
Salah memang kalau Naesha telah menjatuhkan hatinya sama cowok yang sama-sama suka dunia alkimia. Mendengar bualan Naka saja, hati gadis itu langsung menghangat ke level 176 derajat Fahrenheit.
Emang Naka terbuat dari apa, sih, bisa sampai kasih dampak kayak begini bagi hatinya?
–Navaenra, Bab I.
#MerakitPerasaan
#Lovegaritma