Epilog: Akar Mati.


Kanal geosi va tili: ko‘rsatilmagan, ko‘rsatilmagan
Toifa: ko‘rsatilmagan


Naskah kini dibiarkan terbengkalai, diri seolah lalai. Dalam hati 'tak pernah sekalipun terbesit rasa abai. Hanya saja kisah telah usai bahkan sebelum sempat bersorak kata mulai.
Pojok Memori : @Akademisi.
Bilik Wicara : @FigurAsrarbot.

Связанные каналы

Kanal geosi va tili
ko‘rsatilmagan, ko‘rsatilmagan
Toifa
ko‘rsatilmagan
Statistika
Postlar filtri


Screenshot_20211228_205011.jpg
262.9Kb
Saya sampun menyambangi kanal kalian.


𖥸. Pemenang hati Arun yang sesungguhnya.


Arun teh ambyar.


Pukul tujuh pagi, tinta hitam menari menulis narasi berbalut imajinasi, bercerita perihal adorasi kala kaki menapaki kulminasi jatuh hati. Tenggelam dalam ekspektasi; membentuk setitik aberasi pada sanubari. Pribadi yang bestari; diri dihujani beribu puji, sebab komponen diksi tersaji apik pada advertensi.

Tatkala mentari mulai menampakkan diri pada ufuk timur nabastala bumi, atma mulai melakoni alur fiksi pada ranah ilusi. Tungkai melangkah kesana kemari tanpa arah yang pasti. Berimprovisasi dalam rumpun ide kreasi. Ranum tiada henti lantunkan elegi tentang berahi. Menyendiri terdiam abstensi, merangkai kata perkata membentuk adipuisi.

Datang tanpa perlu dicari, hadir bak serendipiti; Nona Permaisuri lahir selayaknya maharani pada bumi Ibu Pertiwi, menjadi ceraki bagi raga yang hampir mati. Tampak netra padmarini elok berhias bola kilau lazuardi. Menatap dengan percaya diri pada jiwa yang t'lah lama menanti. Jatuh terjerembab dalam kisah adiseni yang dicipta oleh jari jemari sendiri.


Rahsa terbuai t'lah berkirai, berganti dengan sosok lalai yang penuh dengan abai. Kumpulan mawar bertangkai dibiarkan terbengkalai tanpa sempat disusun dalam satu rangkai. Potret anak dara dengan surai tergerai masih terselip apik dalam bingkai. Diri merindu pada malam saat jari jemari masih saling membelai. Kini berpikir untuk anjak tungkai, sebab Nona terlalu sukar untuk digapai.ㅤㅤ

Kaki mencipta jejak tanpa sadar, 'tak tentu arah seolah terdampar. Dibawah seminau alkamar, langkah terhenti di tepian bahar, berhias sampan bedar yang rapih berjajar. Hingar-bingar terdengar dalam pikiran selayaknya perang istinggar. Pada keping hati yang t'lah ambyar, netra menatap dengan nanar.

Hari ke dua belas pada bulan Agustus, harapannya pupus. Tali kasih dengan sengaja diputus. Beribu cara dicoba berharap jalan kembali mulus, tetap jua gagal mangkus. Perihal romansa memang 'tak terjalin secara halus, sebab itu memaksa logika untuk kenangan manis agar segera dihapus.


Munich, 27 Desember 1989.

Munich; selalu menjadi saksi bisu dari kalbu yang berseteru dengan rasa merindu. Saban hari semakin menggebu. Daksa kaku terjerat oleh pilu yang kian membiru, sebab 'tak pernah bersua dengan titik bertemu. Penghujung tahun pada hari Sabtu, dirinya dimabuk oleh ambu semanis madu. Duduk bersisian di dalam toko buku, saling melempar beribu astu. Sisa dari pertemuan manis yang 'tak jadi satu, kini tertulis dalam catatan dengan tajuk masa lalu.

Nayanika berhias dua netra coklat terang, menatap nyalang pada serumpun potret usang. Sekumpulan foto tersusun rapih dalam album yang tercipta hanya untuk dikenang. Insan yang dicinta datang untuk sekedar menumpang, ceritera dibiarkan dengan alur yang rumpang.

Ranum berhenti menyuarakan sorak sorai. Naskah kini dibiarkan terbengkalai, diri seolah lalai. Dalam hati 'tak pernah sekalipun terbesit rasa abai. Hanya saja kisah telah usai bahkan sebelum sempat terlontar kata mulai.


Hangat arunika menyapa, di bawah naungan nabastala, pendar jingga menembus mega. Hadirkan secercah rahsa jatnika dalam dada. Tampaknya 'tak berlaku pada ranum yang gumamkan asmaradana tiada jeda. Nayanika menatap pada akara daksa yang tercipta, sebab cahya bagaskara berpencar di setiap sudut bentang jumantara.

Rungu terganggu oleh hingar-bingar yang terdengar. Manusia memang banyak berikrar, namun lebih memilih 'tuk memendam asrar. Sebab ceritera yang dihantar, terkadang dibiarkan terlantar. Adakalanya tumpahkan tulisan pada kertas putih berlembar-lembar. Lalu tanpa sadar perlahan memudar, terabaikan selayaknya kalkasar.

Dalam benak terbesit niatan 'tak lagi ingin saling bertukar elegi. Segala kisah yang t'lah dibagi, didiamkan lalu ditinggal pergi. Ekspektasi memang 'tak seindah cintamani. Biarlah memori yang mengusik sanubari ia simpan sendiri. Tertata rapih dalam bilik galeri.


Alur yang tertulis pada naskah 'tak berujung abadiah. Keping hati yang patah tersimpan apik dalam gerabah, dibawa pergi mencari tempat bersinggah yang lebih megah. Tanpa sempat berbenah, diri melangkah 'tak tentu arah. Empat netra 'tak lagi bertukar agah, tiada saling melontar madah, sebab kisah kasih yang bertaut t'lah terpisah.

Tungkai menapak dengan 'tak imbang. Di bawah Jumantara yang membentang, terdapat daksa kaku yang hampir tumbang. Selayaknya acerang, diri bernaung di dalam adang-adang menyaksikan adalabang berharap timbul sedikit rasa senang. ㅤㅤ

Di depan mata terdapat para atma yang sedang berbagi afeksi. Terduduk diam tenggelam dalam abstensi, merangkai kata membentuk adipuisi perihal adorasi. Menyesali perbuatan yang dengan berani memberi admisi pada insan penyebab agreasi keping hati, lalu berujung tertinggal sendiri. Kini pada diri sendiri ditanamkan janji untuk 'tak lagi jatuh terjerembab dalam afsun netra bak lazuardi.


Atma menetap dalam loka candrawama, Tuan Batavia bertandang hadirkan secercah rona. Berbalut nuraga, dua daksa jatuh mencinta. Jari jemari bertaut, bergandengan berdua menikmati euforia dewana. Bila seseorang bertanya perihal asmara, maka dengan lantang akan diri ini utarakan bahwasanya; rahsa yang tercipta lebih permai daripada memenangkan cuan berjuta-juta. Letup bahagia pada setiap sudut dada, serta kampa dama sebab dari labium membentuk kurva bak orang gila. Betapa indahnya memadu romansa bersama sang dayita.
ㅤㅤ
Dengan berani tungkai diajak menapaki titik kulminasi jatuh hati, tenggelam dalam berahi, 'tak berpikir perihal adorasi yang telah menanti, karena sudah siap bungkusan ceraki untuk mengobati. Demi galaksi yang menjadi saksi, diri t'lah terperangkap dalam afsun padmarini, elok dipandang selayaknya lazuardi.

Tuan perkasa, primadona kota. Ia; sebab dari senandika berteriak bahagia kala dua netra saling bersinggungan satu dengan yang lainnya. Kepala digerus oleh eunoia, ranum merah muda panjatkan do'a agar fana berubah menjadi amerta. Dibawah cakrawala berhias pendar jingga swastamita, para insan yang bersua satukan komponen asa. Diharap kelak kisah bahagia 'tak berujung pada episode rudita tanpa suara.


Sekilas tentang Arunika?
So‘rovnoma
  •   Sesosok yang begitu ramah, dekapnya sehangat Arunika, memiliki jiwa kupu-kupu sosial.
  •   Pemuda dengan pribadi yang peduli kepada insan lainnya, begitu menarik. Arunika, mutual kegemaranku.
  •   Insan pengusik pikiran, terlihat menawan buat diri ini terpikat. Saya t'lah jatuh hati.
  •   Arunika terlalu menyeramkan, saya 'tak ingin mendekatinya.
338 ta ovoz


Kembali dibuka naskah lama, bercerita tentang balada anak adam pengelana Nusantara. Pemuda adhigana, lantunkan gema gahyaka pada si pencipta semesta. Putera Ibunda, pribadi cadudasa, mumpuni dalam berbahasa, memohon aksama pada yang kuasa, agar kelak hidup di dunia 'tak jatuh terjerembab dalam rodra arnawama ekspektasi fana.

Nayanika selayaknya moktika menatap pada payoda behias rona jingga swastamita. Pikat paras bak afsun buana, buat saban atma yang bersua kerap kali menaruh rahsa. Pesona bayanaka, berhias bramaraka membingkai muka, sebab dari Nona Jelita jatuh mencinta.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Daksa perkasa pemikul adyatma, tersusun dari komponen asa Ayahanda, dengan sakunta sebagai anucara pergi menjelajah ke setiap sudut loka. Lengkung kurva ranum merah muda gemakan madhuswara, lantunan gandara rumpun nada perlipur lara. Dalam asmanya; Rajingga Arunika Abhipraya. Jejaka adinata pemimpin bahtera berisi anggota keluarga, lahir sebagai kartala penghapus cora kepada insan lainnya. Diharap hadir 'tuk menjadi taruna yang berguna bagi Bumantara jua para atma penghuni lainnya.


Salam harsa menyapa kepada para Tuan nang Puan yang membaca. Barang siapa yang bertandang ke ranah milik saya, diharap 'tuk dapat mencerna jua memahami apa sahaja yang saya cantumkan pada babagan penangkalan ceritera.

Bahagian I.
Dengan ini saya ucapkan deklarasi bahwasanya diri ini 'tak ada korelasi sama sekali dengan si wajah asli. Dengan niat hati jua diiringi janji suci, menetap disini hanya 'tuk melakoni ceritera fiksi.

Bahagian II.
Segala rumpun melodi, kumpulan fotografi jua video si wajah asli saya jumpai dari jejaring sosial resmi serta aplikasi 'tak berbayar lainnya, 'tak dapat mengakui sebagai kepunyaan diri sendiri karena memang 'tak pernah menjadi milik pribadi.

Bahagian III.
Selayaknya manusia biasa, hamba memberitahu bahwa kapan sahaja ranah ini akan terisi dengan segala sesuatu yang mungkin buat Tuan nang Puan yang membaca ceritera 'tak nyaman dalam dada. Maka dari itu dimohon 'tuk tinggalkan ranah ini dengan segera.

Bahagian IV.
Kepada Tuan nang puan yang membaca, diharap hirap segala niat 'tuk menjiplak jua menyalin naskah ceritera, karena tulisan jua alur kisah hanya 'tuk hiburan semata.

Bahagian V.
Apabila Tuan nang Puan bersua dengan swakarya yang menyerupai kepunyaan hamba, maka dengan lantang diri ini akan berucap bahwasanya itu hanyalah tindakan 'tak sengaja.

Sekiranya hanya itu sahaja yang dapat saya jabarkan, mohon untuk diterapkan dalam pikiran. Segala aturan hadir 'tuk dijalankan bukan 'tuk lewatkan. Apabila ada keperluan atau sekedar ingin bertukar pesan, sila bertandang ke bilik obrolan (@Imbauan).

12 ta oxirgi post ko‘rsatilgan.

172

obunachilar
Kanal statistikasi